Penjelasan Teori Pecking Order Dalam Struktur Modal
Teori pecking order (pecking order theory) merupakan salah satu dari sekian teori yang berkaitan dengan struktur modal perusahaan.
Struktur modal merupakan perbandingan antara modal vs utang perusahaan. Utang yang dimaksud ialah utang jangka panjang perusahaan.
Struktur modal berbicara mengenai komposisi persentase yang "pas" antara utang dan modal perusahaan.
Perubahan struktur modal perusahaan bisa terjadi apabila perusahaan membutuhkan pendanaan jangka panjang. Pendanaan bisa berasal dari internal ataupun eksternal perusahaan.
Adanya dana gres yang masuk kedalam perusahaan bisa memicu terjadinya perubahan persentase struktur modal. Bisa juga tidak.
Tentunya perubahan yang terjadi akan memperlihatkan imbas terhadap harga saham perusahaan. Efek negatif atau positif.
Salah satu teori yang menyoroti ihwal alternatif pendanaan perusahaan ialah teori pecking order.
Baca: 6 Teori Struktur Modal: Mana yang Lebih Baik?
Risiko turunnya nilai perusahaan. Turunnya harga saham.
Teori pecking order lebih menyukai pendanaan dari internal perusahaan daripada eksternal perusahaan. Tidak ada struktur modal yang optimal dalam teori pecking order sebab pemilihan pendanaan perusahaan didasarkan pada urutan preferensi (hierarki) risiko. Urut urutan pendanaan. .
Pendanaan jangka panjang perusahaan setidaknya bisa diperoleh dari 3 sumber.
Pada teori pecking order , perusahaan akan menentukan pendanaan menurut preferensi urutan.
Dimulai dari mengutamakan pendanaan yang tidak beresiko , minim risiko sampai yang beresiko tinggi.
Lihat hierarki teori pecking order dibawah ini:
Pertama , perusahaan akan mengusahakan mendapat dana yang tidak beresiko.
Apabila pendanaan yang tidak berisiko tidak bisa diperoleh , maka perusahaan akan menentukan pendanaan yang risikonya kecil.
Dan jikalau pendanaan yang berisiko kecil juga tidak bisa diperoleh , maka langkah terakhir perusahaan ialah mencari pendanaan yang mempunyai risiko lebih tinggi.
Laba ditahan ialah opsi pertama yang akan dipilih perusahaan sebab tidak berisiko atau mempunyai risiko yang paling kecil diantara opsi pendanaan yang lain. Laba ditahan ialah pendanaan internal yang diperoleh dari keuntungan hasil operasional perusahaan diperiode sebelumnya.
Apabila keuntungan ditahan tidak mencukupi kebutuhan , opsi kedua ialah dengan pendanaan dari luar perusahaan. yaitu utang.
Jika utang juga tidak bisa diperoleh , maka opsi terakhir ialah pendanaan dari ekuitas atau penerbitan saham baru. Pemegang saham menilai , penerbitan saham gres lebih berisiko daripada utang.
Referensi bacaan: https://efinancemanagement.com/financial-leverage/pecking-order-theory
Sumber https://duniaaktaunik1.blogspot.com/ Sumber http://chocgurlz-syzas.blogspot.com/ Sumber http://davidcawthray.blogspot.com/ Sumber https://hizzamzone.blogspot.com/ Sumber https://lyacygdye.blogspot.com/
Struktur modal merupakan perbandingan antara modal vs utang perusahaan. Utang yang dimaksud ialah utang jangka panjang perusahaan.
Struktur modal berbicara mengenai komposisi persentase yang "pas" antara utang dan modal perusahaan.
Perubahan struktur modal perusahaan bisa terjadi apabila perusahaan membutuhkan pendanaan jangka panjang. Pendanaan bisa berasal dari internal ataupun eksternal perusahaan.
Adanya dana gres yang masuk kedalam perusahaan bisa memicu terjadinya perubahan persentase struktur modal. Bisa juga tidak.
Tentunya perubahan yang terjadi akan memperlihatkan imbas terhadap harga saham perusahaan. Efek negatif atau positif.
Salah satu teori yang menyoroti ihwal alternatif pendanaan perusahaan ialah teori pecking order.
Baca: 6 Teori Struktur Modal: Mana yang Lebih Baik?
Skema Teori Pecking Order
Teori pecking order ditemukan oleh Donaldson pada tahun 1984 yang kemudian disempurnakan oleh Myers dan Majluf. Teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan cenderung mencari sumber pendanaan yang minim risiko.Risiko turunnya nilai perusahaan. Turunnya harga saham.
Teori pecking order lebih menyukai pendanaan dari internal perusahaan daripada eksternal perusahaan. Tidak ada struktur modal yang optimal dalam teori pecking order sebab pemilihan pendanaan perusahaan didasarkan pada urutan preferensi (hierarki) risiko. Urut urutan pendanaan. .
Pendanaan jangka panjang perusahaan setidaknya bisa diperoleh dari 3 sumber.
- Laba ditahan
- Utang
- Ekuitas (modal tambahan/penerbitan saham baru)
Pada teori pecking order , perusahaan akan menentukan pendanaan menurut preferensi urutan.
Dimulai dari mengutamakan pendanaan yang tidak beresiko , minim risiko sampai yang beresiko tinggi.
Lihat hierarki teori pecking order dibawah ini:
Hierarki Teori Pecking Order |
Pertama , perusahaan akan mengusahakan mendapat dana yang tidak beresiko.
Apabila pendanaan yang tidak berisiko tidak bisa diperoleh , maka perusahaan akan menentukan pendanaan yang risikonya kecil.
Dan jikalau pendanaan yang berisiko kecil juga tidak bisa diperoleh , maka langkah terakhir perusahaan ialah mencari pendanaan yang mempunyai risiko lebih tinggi.
Laba ditahan ialah opsi pertama yang akan dipilih perusahaan sebab tidak berisiko atau mempunyai risiko yang paling kecil diantara opsi pendanaan yang lain. Laba ditahan ialah pendanaan internal yang diperoleh dari keuntungan hasil operasional perusahaan diperiode sebelumnya.
Apabila keuntungan ditahan tidak mencukupi kebutuhan , opsi kedua ialah dengan pendanaan dari luar perusahaan. yaitu utang.
Jika utang juga tidak bisa diperoleh , maka opsi terakhir ialah pendanaan dari ekuitas atau penerbitan saham baru. Pemegang saham menilai , penerbitan saham gres lebih berisiko daripada utang.
Pendanaan Internal Vs Pendanaan Eksternal
Pada teori pecking order , pendanaan internal lebih diutamakan daripada pendanaan yang berasal dari eksternal perusahaan.
Teori pecking order bermula sebab adanya asimetri informasi (asymmetry of information) pada perusahaan.
Asimetri informasi ialah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh administrasi (internal) dan pemegang saham atau kreditur (eksternal).
Asimetri informasi ialah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh administrasi (internal) dan pemegang saham atau kreditur (eksternal).
Secara umum , manajer mempunyai informasi lebih banyak ihwal kinerja , prospek maupun risiko perusahaan dibandingkan pemegang saham ataupun kreditur perusahaan.
Bahkan pada beberapa kasus terdapat perusahaan yang mempunyai asimetri informasi sangat tinggi. Seperti pada perusahaan yang produk teknikalnya terlalu komplek , perusahaan yang kurang transparan dan yang lainnya.
Terlebih sangat tidak mungkin rasanya bagi seorang pemegang saham mengetahui dengan detail setiap informasi mengenai perusahaannya.
Jadi , asimetri informasi akan selalu ada disetiap perusahaan. Tidak bisa dihindari.
Jadi , asimetri informasi akan selalu ada disetiap perusahaan. Tidak bisa dihindari.
Semakin besar asimetri informasi , maka risiko semakin besar.
Semakin besar risiko , maka return yang diperlukan oleh investor akan semakin besar.
High risk , high return.
Jika investor atau kreditur mempunyai informasi yang sedikit mengenai perusahaan , mereka tentu akan mengharapkan mendapat keuntungan yang tinggi terhadap risiko yang diambil.
Selain harus memperlihatkan imbal hasil return yang tinggi , perusahaan juga harus mengeluarakan biaya untuk mendapat sumber dana dari luar menyerupai utang dan ekuitas. Biaya menyerupai biaya bunga , biaya agen , biaya emisi dan biaya yang lain yang menyertai.
Itulah alasan mengapa perusahaan lebih menyukai pendanaan yang berasal dari internal perusahaan , keuntungan ditahan. Karena mudah , murah dan mempunyai risiko yang rendah.
Jika tidak mempunyai keuntungan ditahan , atau keuntungan ditahan tidak mencukupi , maka perusahaan akan mencari sumber dana dari luar perusahaan.
Pendanaan Utang Vs Pendanaan Ekuitas (Modal)
Pada teori pecking order , apabila keuntungan ditahan tidak mencukupi untuk membiayai pendanaan , maka perusahaan akan mencari pendanaan dari luar perusahaan.
Pilihannya ada dua. Utang atau menambah modal gres (penerbitan saham baru).
Manajemen lebih menentukan sumber dana dari utang daripada menambah saham baru. Pemilihan ini didasarkan pada biaya utang utang (cost of debt) yang lebih rendah daripada biaya modal (cost of equity) penerbitan saham baru.
Penambahan utang tentu saja akan menambah proporsi utang dalam struktur modal perusahaan. Dan bunga utang akan menjadi "perisai" pajak bagi administrasi dikemudian hari.
Disisi lain , pertambahan utang pada struktur modal perusahaan yang berlebihan mempunyai risiko gagal bayar. Sangat berisiko bagi perusahaan.
Maka penerbitan saham gres ialah opsi terakhir yang bisa diambil dalam pendanaan perusahaan jikalau utang perusahaan dirasa berada diposisi yang tidak bisa ditambah lagi.
Teori pecking order tidak melarang perusahaan menambah saham baru. Hanya saja tidak direkomendasikan menjadi sumber pendanaan yang utama , melainkan sebagai alternatif terakhir jikalau opsi lain tidak bisa diandalkan.
Sinyal dari Pilihan Pendanaan
Keputusan dalam pemilihan sumber pendanaan perusahaan akan selalu mendapat respon dari pasar. Baik respon positif maupun respon yang negatif.
Apapun yang dipilih dalam memenuhi pendanaan perusahaan ialah sinyal yang ditunjukkan kepada para investor. Akan selalu ada reaksi dalam setiap keputusannya.
# Laba ditahan
Apabila perusahaan sanggup memenuhi kebutuhan pendanaannya sendiri dari keuntungan ditahan , tidak memerlukan pihak luar. Maka pasar akan merespon dan memperlihatkan sinyal positif yang memperlihatkan bahwa perusahaan mempunyai kinerja yang baik , yang bisa membiayai kebutuhannya sendiri dari cadangan yang dimiliki.
# Utang
Apabila perusahaan menentukan kebutuhan pendanaannya dengan berhutang. Pasar akan membaca sinyal bahwa administrasi perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar kewajibannya secara rutin.
Baca juga : Utang Jangka Panjang , Keuntungan dan Kerugiannya
Baca juga : Utang Jangka Panjang , Keuntungan dan Kerugiannya
#Ekuitas
Apabila perusahaan menerbitkan saham baru , ini ialah sinyal negatif. Selain memperlihatkan bahwa perusahaan tidak sanggup menghasilkan cadangan keuntungan ditahan dan memperlihatkan ketidaksanggupan administrasi untuk berhutang , pasar akan membaca bahwa saham perusahaan tersebut dinilai terlalu tinggi (overvalued) dan perusahaan berusaha mendapat dana sebelum harga saham jatuh.
Hal ini tidak terlepas dari asimetri informasi.
Penerbitan saham gres tidak disukai oleh pemegang saham. Persentase kepemilikan saham akan berkurang tanggapan adanya suplemen saham gres (efek delusi).
Referensi bacaan: https://efinancemanagement.com/financial-leverage/pecking-order-theory